Category Archives: livin’ in sri Sultan’s Land,last nait

all stories made in Jogja, in past, present, or in future.
just Jogja, with the rocket lovers club.

semua hilang bersama asap opium

Pesona Jogja waktu itu pastilah takkan sama jika suatu saat aku kembali ke sana. Itu bukanlah hal yang special tentunya, semua orang pernah merasakannya.

Sadeq Hidayat telah bunuh diri puluhan tahun yang lalu karena ia tak mendapatkan spirit kota Paris setelah kembali ke Iran. Paris yang didapatinya saat itu tentulah Paris yang berbeda dengan yang dirasakannya sebelumnya. Paris setelah Perang Dunia, semua telah berbeda. Sadeq tak lagi mampu menghasilkan karya sekelas The Blind Owl-nya. Karena kekecewaannya yg begitu mendalam ahirnya ia bunuh diri….

Mungkin Sadeq sendiri bukanlah seorang pecandu opium seperti tokoh dalam novelnya. Namun tak sedikit orang di dunia ini yang begitu terobsesi dengan kedamaian – atau apapun Anda menyebutnya – yang diberikan oleh opium ataupun sekedar tembakau. Addictive, memang… dan bukan tak ada alasan mereka mengkonsumsi zat-zat sialan itu. Tak mudah memang untuk mendapatkan kembali semangat dari kenangan yang hilang. Banyak orang yang begitu sensitif terhadap aroma, ruang dan kadang suara yang membuatnya mampu menyimpan jutaan kenangan indah bersama orang-orang hebat disekitarnya. Dengan terkumpulnya kembali sinyal-sinyal yang tampak tak berarti itu seseorang dapat memperoleh kembali spirit dari kenangannya yang hilang. Itulah mengapa sebagian orang mengkonsumsi zat-zat addictive demi memperoleh semangat maya dari kenangannya yang telah hilang, meski zat tersebut tak pernah mampu memberi lebih dari sekedar mimpi…

Dalam aromanya yang memabukkan orang bisa benar-benar merasakan “kedamaian” atau saya lebih suka menyebutnya sebagai saat di mana kita benar-benar bisa telanjang dan terbang bersama semua mimpi yang kita miliki atau bersama keagungan alam beserta Penciptanya yang tak terperi keagunganNya.

Tidak… gadis itu tak lagi ada di sana…

Seorang mahasiswi kedokteran keturunan Melayu begitu mempesona diriku. Setiap aku berjalan ke MIPA utara, sering kali aku berpapasan dengannya. Entah siapa nama gadis Melayu yang rela kuliah di kota ribuan mil dari negeri asalnya itu.

Dia selalu memakai pakaian muslim khas Melayu dan tampak begitu anggun dengan pakaian itu. Di saat semua mahasiswi memakai pakaian trendy ala bajingan – dengan celana yang bahkan tak pernah tampak lebih keren dari celana Eminem yang selalu terlipat sebelah saat di panggung – si Melayu itu masih dengan nyaman memakai pakaian muslimnya. Aku memang benci setengah mati dengan cewek berkerudung yang memakai celana sialan itu, tapi bukan pakaian muslim itu yang membuatku terpesona dengan si gadis Melayu. Dia memang – demi Tuhan – cantik sekali. Bibir tipisnya, kulitnya yang kuning langsat, matanya – yang pastinya aku tak dapat dengan mudah menggambarkannya – begitu indah.

Aku hanya bisa mengaguminya dari jauh dan tak pernah mengenalnya. Entah ragu, atau karena memang aku terlalu jelek dan tolol untuk sekedar menjadi temannya.

Sayang, terahir aku berjalan di depan kampus ini, dia sudah tak lagi tampak di sana. Terik matahari di Skip Utara tak lagi bisa teredam oleh kehadiran gadis Melayu itu. Yang ada di sana hanyalah asap beracun dari bis kota yang melintasi jalur di depan RS Dr. Sardjito.

Ini bukan kisah Jesuskarto dengan gadis melayu. Ini semua tentang bagaimana sebuah kenangan bisa begitu kuat mempengaruhi jiwa seseorang. Anda mungkin saja telah berulang kali kehilangan kesempatan dalam hidup dan sekalipun Anda berusaha untuk mendapatkannya kembali, hal itu tak pernah muncul. Itulah mengapa kadang orang-orang yang sering ragu dalam mengambil keputusan harus dengan terpaksa melakukannya, sebelum semuanya berahir dan takkan terulang lagi. Ada hal menyebalkan yang harus terus kita ingat bahwa mencoba adalah kunci untuk memberanikan diri terhadap perubahan yang ada di sekitar kita. Dan ternyata memang hidup ini terus berubah, tak pernah berhenti.

Jogjakarta day 2

i try to call Maja many times, but her phone is never active… I don’t know, but I think she must be really… (MORE)

Jogjakarta day 1

I raised my body from the chair when I was looking out the Sancaka windows. It’s Jogjakarta out there…(MORE..)